Selasa, 31 Januari 2012

Peraturan Menteri Tentang Pola Penyuluhan Hukum

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : M.01-PR.08.10 TAHUN 2006
TENTANG
POLA PENYULUHAN HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.  bahwa dalam rangka mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat agar dapat tercipta kesadaran dan kepatuhan hukum demi tegaknya supremasi hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu dilakukan penyuluhan hukum secara nasional;
b.  bahwa agar pelaksanaan penyuluhan hukum secara nasional dapat berjalan secara tertib, terarah, dan terpadu, perlu didasarkan pada Pola Penyuluhan Hukum;
c.  bahwa Peraturan Menteri Kehakiman Nomor : M.05-PR.08.10 Tahun 1988 tentang Pola, Pemantapan Penyuluhan Hukum yang selama ini berlaku, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat oleh karena itu perlu dicabut dan diganti yang baru;
d.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a huruf b dan huruf c perlu ditetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tentang Pola Penyuluhan Hukum;

Mengingat :
1.  Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);
2.  Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
3.  Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4.  Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
5.  Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 2004 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
6.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Bersatu.
7.  Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.04-PR.07.10 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA TENTANG POLA PENYULUHAN HUKUM.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1.  Penyuluhan Hukum adalah salah satu kegiatan penyebarluasan informasi dan pemahaman terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tercipta budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang‑undangan yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum.
2.  Kesadaran Hukum Masyarakat adalah nilai yang hidup dalam masyarakat dalam bentuk pemahaman dan ketaatan atau kepatuhan masyarakat terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.  Penyuluhan Hukum Terpadu adalah kegiatan Penyuluhan Hukum yang diselenggarakan oleh berbagai instansi pemerintah dan swasta serta Organisasi Kemasyarakatan secara bersama-sama dan terpadu mengenai penyuluh, sasaran, dan/atau materi penyuluhan.
4.  Metode Penyuluhan Hukum adalah cara penyampaian informasi hukum dari penyuluh hukum kepada sasaran penyuluhan hukum.
5.  Pusat adalah wilayah penyuluhan hukum di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang sasaran penyuluhannya di luar kewenangan administratif Pemerintah Daerah tersebut.
6.  Keluarga Sadar Hukum yang selanjutnya disingkat Kadarkum adalah wadah yang berfungsi menghimpun warga masyarakat yang dengan kemauannya sendiri berusaha untuk meningkatkan kesadaran hukum bagi dirinya.
7.  Kadarkum Binaan adalah Kadarkum yang berperan menggerakkan, membimbing, dan menjadi teladan bagi Kadarkum lainnya.
8.  Desa Binaan atau Kelurahan Binaan adalah desa atau kelurahan yang dipilih untuk dibina menjadi Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum.
9.  Desa Sadar atau Kelurahan Sadar Hukum adalah desa atau kelurahan yang telah dibina atau karena swakarsa dan swadaya, memenuhi kriteria sebagai Desa Sadar Hukum dan Kelurahan Sadar Hukum.
10. Temu Sadar Hukum adalah pertemuan berkala antara para anggota dalam satu Kadarkum atau antara Kadarkum yang satu dengan Kadarkum lainnya atau antara Kadarkum yang satu dengan kelompok lain yang ada dalam masyarakat, dengan melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesadaran hukum bagi mereka.
11. Lomba Kadarkum adalah suatu sarana untuk memilih kelompok Kadarkum yang berprestasi dalam pemahaman hukum.


12. Konsultasi Hukum adalah pemberian pelayanan jasa hukum berupa nasihat, penjelasan, informasi atau petunjuk kepada anggota masyarakat yang mempunyai permasalahan hukum untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13. Bantuan hukum adalah pelayanan jasa pemberian bantuan hukum melalui penasehat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Universitas atau Lembaga-lembaga Bantuan Hukum lainnya untuk membela perkara masyarakat yang kurang mampu yang ingin memperoleh keadilan di pengadilan.
14. Anubhawa Sasana Desa dan Anubhawa Sasana Kelurahan adalah penghargaan Pemerintah kepada daerah yang mempunyai Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum.
15. Pembinaan adalah suatu upaya peningkatan kualitas bagi tenaga penyuluh, kelompok sasaran penyuluhan hukum dan materi penyuluhan hukum.

BAB II
TUJUAN PENYULUHAN HUKUM

Pasal 2

Penyuluhan Hukum diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan kesadaran hukum masyarakat yang lebih baik sehingga setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mewujudkan budaya hukum dalam sikap dan perilaku yang sadar, patuh, dan taat terhadap hukum serta menghormati hak asasi manusia.

BAB III
MATERI PENYULUHAN HUKUM

Pasal 3

Materi hukum yang disuluhkan meliputi peraturan perundang-undangan tingkat Pusat dan Daerah norma hukum.

Pasal 4

Materi hukum yang disuluhkan ditentukan berdasarkan hasil evaluasi, peta permasalahan hukum, kepentingan negara, dan kebutuhan masyarakat.

Pasal 5

(1) Setiap tahun ditetapkan prioritas peraturan perundang-undangan dan norma hukum yang dijadikan bahan pokok materi Penyuluhan Hukum.
(2) Penentuan prioritas materi Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pertimbangan hasil evaluasi, peta permasalahan hukum, kepentingan negara, dan kebutuhan masyarakat.


(3) Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dapat menetapkan Prioritas materi penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 6

Materi Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat berbentuk :
a.  naskah untuk ceramah, diskusi, simulasi, pentas panggung, dialog interaktif dan wawancara radio;
b.  skenario untuk sandiwara, sinetron, fragmen dan film;
c.  kalimat dan desain grafis untuk spanduk, poster, brosur, leaflet, filler, tellop, running text, booklet dan billboard;
d.  artikel untuk surat kabar dan majalah;
e.  permasalahan hukum yang secara spontan timbul dalam kegiatan Temu Sadar Hukum atau Lomba Kadarkum.

BAB IV
METODE DAN SASARAN PENYULUHAN HUKUM

Pasal 7

(1)  Penyuluhan Hukum diselenggarakan dengan metode:
     a.   Penyuluhan Hukum langsung;
     b.   Penyuluhan Hukum tidak langsung;
(2)  Penyuluhan Hukum langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara bertahap muka secara langsung antara penyuluh dan yang disuluh.
(3)  Penyuluhan Hukum tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Penyuluhan Hukum yang dilakukan melalui media elektronik dan media cetak.

Pasal 8

Penyuluhan Hukum langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) dapat dilakukan secara terpadu dengan berbagai instansi dan/atau organisasi kemasyarakatan yang terkait baik mengenai penyelenggaraannya, materi yang disuluhkan, maupun sasaran yang disuluh.

Pasal 9

Metode Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan dengan pendekatan:
a.   persuasif yakni penyuluh hukum dalam melaksanakan tugasnya harus mampu meyakinkan masyarakat yang disuluh, sehingga mereka merasa tertarik dan menaruh perhatian serta minat terhadap hal-hal yang disampaikan oleh penyuluh;
b.   edukatif yakni penyuluh hukum harus bersikap dan berperilaku sebagai pendidik yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan membimbing masyarakat yang disuluh ke arah tujuan penyuluhan hukum;
c.   komunikatif yakni penyuluh hukum harus mampu berkomunikasi dan menciptakan iklim serta suasana sedemikian rupa sehingga tercipta suatu pembicaraan yang bersifat akrab, terbuka dan timbal balik; dan
d.   akomodatif yakni penyuluh hukum harus mampu mengakomodasikan menampung dan memberikan jalan pemecahannya dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang diajukan oleh masyarakat.

Pasal 10

Sasaran Penyuluhan Hukum meliputi seluruh lapisan masyarakat, termasuk penyelenggara negara.

BAB V
PELAKSANAAN PENYULUHAN HUKUM

Pasal 11

Penyuluhan Hukum dilakukan oleh tenaga fungsional penyuluh hukum dan/atau orang yang mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan mampu menyampaikan informasi atau penjelasan tentang materi yang disuluhkan, secara jelas dan benar, kepada masyarakat yang disuluh.

Pasal 12

Pelaksanaan penyuluhan hukum di lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, dikoordinasikan oleh Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Pasal 13

(1)  Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam melaksanakan penyuluhan hukum dapat melakukan kerja sama dengan instansi terkait atau organisasi kemasyarakatan di tingkat pusat.
(2)  Bentuk kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dituangkan dalam peraturan bersama, kesepakatan bersama atau instrumen hukum lainnya.

Pasal 14

(1)  Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) dapat diselenggarakan dalam bentuk :
     a.   ceramah;
     b.   diskusi;
     c.   temu sadar hukum;
     d.   pameran;
     e.   simulasi;
     f.   lomba kadarkum;
     g.   konsultasi hukum;
     h.   bantuan hukum; dan/atau
     i.   dalam bentuk lain.
(2)  Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) dapat diselenggarakan dalam bentuk :
     a.   dialog interaktif;
     b.   wawancara radio;
     c.   pentas panggung;
     d.   sandiwara;
     e.   sinetron;
     f.   fragmen;
     g.   film;
     h.   spanduk;
     i.   poster;
     j.   brosur;
     k.   leaflet;
     l.   booklet;
     m.   billboard;
     n.   surat kabar;
     o.   majalah;
     p.   running text;
     q.   filler; dan/atau
     r.   dalam bentuk lain.

Pasal 15

Penyuluhan Hukum dalam bentuk ceramah diselenggarakan untuk memberikan penjelasan tentang materi hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3.

Pasal 16

(1)  Penyuluhan Hukum dalam bentuk diskusi diselenggarakan untuk pendalaman materi hukum tertentu yang disuluhkan.
(2)  Dalam diskusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai panelis adalah tenaga ahli sesuai dengan bidangnya.

Pasal 17

(1)  Penyuluhan Hukum dalam bentuk Temu Sadar Hukum diselenggarakan untuk membina Kadarkum, Kadarkum Binaan, Desa Binaan atau Kelurahan Binaan, Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum, dan kelompok masyarakat lainnya;
(2)  Temu Sadar yang Hukum diselenggarakan di tempat terbuka untuk umum.
(3)  Dalam pelaksanaan Temu Sadar Hukum harus ada narasumber dan pemandu.

Pasal 18

Penyuluhan Hukum dalam bentuk simulasi diselenggarakan untuk membina Kadarkum, Kadarkum Binaan, Desa Sadar Hukum, Kelurahan Sadar Hukum dan kelompok masyarakat lainnya melalui kegiatan yang menggunakan alat peraga.

Pasal 19

Penyuluhan hukum dalam dalam bentuk pameran diselenggarakan untuk memamerkan hasil kegiatan penyuluhan hukum dan pameran mempromosikan instansi yang melakukan penyuluhan hukum, baik melalui panel, foto, grafik, buku, leaflet, brosur, booklet, maupun audio-visual.

Pasal 20

(1)  Penyuluhan Hukum dalam bentuk Lomba Kadarkum diselenggarakan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan Penyuluhan Hukum yang telah dilaksanakan.
(2)  Lomba Kadarkum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, pusat, dan/atau di tingkat nasional.

Pasal 21

(1)  Lomba Kadarkum tingkat kecamatan diikuti oleh peserta dari desa atau nama lain yang setingkat atau kelurahan yang ada di wilayah kecamatan tersebut.
(2)  Lomba Kadarkum tingkat kabupaten/kota diikuti oleh pemenang pertama Lomba Kadarkum tingkat kecamatan yang ada di wilayah kabupaten/kota tersebut.
(3)  Lomba Kadarkum tingkat kabupaten/kota diikuti oleh pemenang pertama Lomba Kadarkum tingkat kabupaten/kota yang ada di wilayah kabupaten/kota tersebut.
(4)  Lomba Kadarkum tingkat pusat diikuti oleh Kadarkum wakil dari instansi/organisasi tingkat pusat.

Pasal 22

(1)  Penyelenggaraan Lomba Kadarkum tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan/atau tingkat provinsi dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia bekerjasama dengan instansi lainnya di Daerah setempat.
(2)  Penyelenggaraan Lomba Kadarkum tingkat pusat dan tingkat nasional dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 23

(1)  Penyuluhan Hukum dalam bentuk konsultasi dan bantuan hukum diberikan kepada anggota masyarakat yang membutuhkan untuk permasalahan hukum yang dihadapi.
(2)  Konsultasi dan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tanpa dipungut biaya.

Pasal 24

Konsultasi dan bantuan hukum diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 25

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melaksanakan konsultasi dan/atau bantuan hukum dapat melakukan kerjasama dengan fakultas hukum perguruan tinggi dan Lembaga bantuan hukum.

Pasal 26

Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerjasama.

Pasal 27

Setiap anggota masyarakat yang membutuhkan konsultasi dan bantuan hukum, dapat menghubungi Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia atau fakultas hukum yang telah melakukan kerja sama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 28

Penyuluhan Hukum yang dilakukan melalui media elektronik dapat dilaksanakan bekerja sama dengan stasiun televisi, radio, penyedia layanan internet, dan/atau media elektronik lainnya.

Pasal 29

Penyuluhan Hukum yang dilakukan melalui media cetak dapat dilaksanakan bekerja sama dengan perusahaan di bidang media cetak.

BAB VI
KADARKUM

Pasal 30

(1)  Kadarkum dapat dibentuk di pusat dan di daerah.
(2)  Setiap anggota masyarakat dapat menjadi anggota Kadarkum.
(3)  Setiap Kadarkum mempunyai anggota sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) orang.

Pasal 31

(1)  Pembentukan Kadarkum tingkat pusat ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Pembentukan Kadarkum di daerah ditentukan sebagai berikut:
     a.   di provinsi dengan keputusan gubernur;
     b.di kabupaten/kota dengan keputusan bupati/walikota;
atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.



Pasal 32

Untuk menggerakkan, membina, menjadi teladan bagi Kadarkum lainnya, di setiap kabupaten/kota, provinsi atau di pusat dapat dibentuk Kadarkum Binaan.

Pasal 33

(1)  Pembentukan Kadarkum Binaan di pusat ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Pembentukan Kadarkum Binaan di tentukan sebagai berikut :
     a.   di provinsi dengan keputusan gubernur;
     b.   di kabupaten/kota dengan keputusan bupati/walikota;
atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Pasal 34

(1)  Anggota Kadarkum Binaan di pusat sekurang-kurangnya berjumlah 25 (dua puluh lima) orang anggota tetap dan terdaftar pada Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Anggota Kadarkum Binaan di provinsi dan kabupaten/kota sekurang-kurangnya berjumlah 25 (dua puluh lima) orang anggota tetap dan terdaftar pada Pemerintah Daerah dan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

BAB VII
DESA BINAAN ATAU KELURAHAN BINAAN
DESA SADAR HUKUM ATAU KELURAHAN SADAR HUKUM

Pasal 35

(1)  Camat dapat mengusulkan kepada bupati/walikota agar suatu desa atau kelurahan yang telah mempunyai Kadarkum dapat ditetapkan menjadi Desa Binaan atau Kelurahan Binaan.
(2)  Desa Binaan atau Kelurahan Binaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 36

(1)  Desa Binaan atau Kelurahan Binaan dapat ditetapkan menjadi Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum jika diusulkan oleh bupati/walikota yang membawahi wilayah desa atau kelurahan yang bersangkutan setelah desa atau kelurahan tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional.
(2)  Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3)  Penetapan Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum dapat ditinjau kembali jika di kemudian hari tidak memenuhi lagi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 37

(1)  Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia memberikan penghargaan Anubhawa Sasana Desa atau Anubhawa Sasana Kelurahan kepada gubernur, bupati/walikota, camat, dan kepala desa atau lurah, yang desanya atau kelurahannya ditetapkan sebagai Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum.
(2)  Penghargaan Anubhawa Sasana Desa atau Anubhawa Sasana Kelurahan yang diberikan kepada gubernur, bupati/walikota dalam bentuk piagam.
(3)  Penghargaan Anubhawa Sasana Desa atau Anubhawa Sasana Kelurahan yang diberikan kepada camat dan kepala desa atau lurah dalam bentuk medali.
(4)  Tanda penghargaan lainnya disediakan oleh Pemerintah Daerah yang mempunyai Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum.

BAB VIII
PEMBINAAN PENYULUHAN HUKUM

Pasal 38

(1)  Pembinaan Penyuluhan Hukum dilakukan terhadap penyuluh hukum dan sasaran penyuluhan hukum atau materi penyuluhan hukum.
(2)  Dalam melakukan pembinaan penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dapat membentuk tim ahli sesuai dengan bidang keahliannya.

Pasal 39

(1)  Pembinaan terhadap penyuluh hukum dilakukan dengan cara menyelenggarakan bimbingan teknis Penyuluhan Hukum.
(2)  Bimbingan teknis Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan di tingkat nasional, pusat, dan daerah.

Pasal 40

(1)  Bimbingan teknis Penyuluhan Hukum tingkat nasional dan pusat diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam menyelenggarakan bimbingan teknis Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Perguruan Tinggi dan Organisasi Kemasyarakatan.



Pasal 41

(1)  Bimbingan teknis Penyuluhan Hukum tingkat daerah diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam menyelenggarakan bimbingan teknis penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerjasama dengan instansi terkait, perguruan tinggi dan organisasi kemasyarakatan.

Pasal 42

Bimbingan teknis Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang di tetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 43

Pembinaan terhadap kelompok sasaran penyuluhan hukum ditujukan kepada Kadarkum, Kadarkum Binaan, Desa Binaan atau Kelurahan Binaan, dan Desa Sadar Hukum atau Kelurahan Sadar Hukum yang dilakukan dalam bentuk kegiatan Temu Sadar Hukum.

Pasal 44

(1)  Pembinaan terhadap kelompok sasaran penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 di tingkat pusat dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Perguruan Tinggi, dan Organisasi Kemasyarakatan.

Pasal 45

(1)  Pembinaan terhadap kelompok sasaran penyuluhan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 di tingkat daerah dilakukan oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melakukan pembinaan dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Instansi terkait, Perguruan Tinggi, dan Organisasi Kemasyarakatan.

BAB IX
TATA LAKSANA PENYULUHAN HUKUM

Pasal 46

Tata laksana Penyuluhan Hukum meliputi penyusunan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan laporan.

Pasal 47

(1)  Program Penyuluhan Hukum tingkat nasional dan tingkat pusat disusun oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Program Penyuluhan Hukum tingkat provinsi dan kabupaten/kota disusun oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 48

(1)  Penyuluhan Hukum di tingkat nasional dan tingkat pusat dilaksanakan dan dikoordinasikan secara terpadu oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Pelaksanaan Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerjasama dengan instansi terkait dan atau Organisasi Kemasyarakatan.

Pasal 49

(1)  Penyuluhan hukum di provinsi dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(2)  Pelaksanaan Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud pada (1) dapat bekerjasama dengan instansi terkait dan atau Organisasi Kemasyarakatan.

Pasal 50

(1)  Penyuluhan Hukum di Kabupaten/Kota dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia.
(2)  Pelaksanaan Penyuluhan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerjasama dengan instansi terkait dan organisasi kemasyarakatan di daerah setempat.

Pasal 51

(1)  Pemantauan Penyuluhan Hukum dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan program penyuluhan hukum yang telah ditetapkan.
(2)  Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan pemantauan terhadap kegiatan penyuluhan hukum yang dilaksanakan di tingkat Nasional, pusat dan provinsi.
(3)  Kantor Wilayah Departamen Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan pemantauan terhadap kegiatan penyuluhan hukum yang dilaksanakan di kabupaten/kota.




Pasal 52

(1)  Evaluasi penyuluhan hukum dilakukan untuk mengetahui perkembangan, keberhasilan dan permasalahan pelaksanaan Penyuluhan Hukum.
(2)  Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setiap akhir tahun membuat laporan hasil evaluasi pelaksanaan penyuluhan hukum untuk disampaikan kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(3)  Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional setiap akhir tahun membuat laporan hasil evaluasi pelaksanaan penyuluhan hukum untuk disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 53

(1)  Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Penyuluhan Hukum di Provinsi dan Kabupaten/kota kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Wali kota.
(2)  Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap triwulan, tengah tahun, dan akhir tahun anggaran.
(3)  Kepala Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen dan Hak Asasi Manusia setiap akhir tahun anggaran menyampaikan laporan pelaksanaan penyuluhan hukum Pusat dan Daerah kepada Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pasal 54

Bentuk materi laporan evaluasi pelaksanaan Penyuluhan Hukum ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional.

BAB X
BIAYA

Pasal 55

Seluruh biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan penyuluhan Hukum dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 56

Biaya pelaksanaan Penyuluhan Hukum selain berasal dari anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, juga dimungkinkan bantuan pihak ketiga yang tidak mengikat.






BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 57

Kadarkum, Kadarkum Binaan, Desa Binaan dan Desa Sadar Hukum yang telah terbentuk sebelum berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini dinyatakan tetap sebagai Kadarkum, Kadarkum Binaan, Desa Binaan dan Desa Sadar Hukum, sepanjang masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini beserta dalam peraturan pelaksanaannya.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 58

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.05-PR.08.10 Tahun 1988 tentang Pola Pemantapan Penyuluhan Hukum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 59

Peraturan Pelaksanaan atas Peraturan Menteri Kehakiman Nomor : M.05-PR.08.10 Tahun 1988 tentang Pola Pemantapan Penyuluhan Hukum tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 60

Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 30, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 39 diatur dengan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Pasal 61

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

                             Ditetapkan di : Jakarta
                             Pada tanggal  : 9 Pebruari 2006

                             MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                                      REPUBLIK INDONESIA,

                                             ttd.

                                      HAMID AWALUDIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar